|
Sinopsis Buku: Beppu, manusia bersayap yang cacat.Sayapnya yang hanya sebelah tidak dapat mengangkatnya terbang meniti angin.
Louissa Manna, seorang ibu berusia ratusan tahun. Dia telah memakan jantung manusia bersayap untuk mendapatkan hidup abadi. Pada pertemuan mereka yang dipenuhi oleh kekejaman, Beppu dan Manna berjuang mempertahankan kewarasan, kesucian, dan di atas semuanya, cinta. Sepuluh cerita. Tentang wajah perempuan. Dari ibu sampai pelacur, dari perawan sampai hanya pemeran. Semuanya dibingkai dalam dongeng-dongeng malam, kematian, dan narasi kelam. Di balik semua kematian dengan berbagai variasinya tampak, dan inilah yang penting, obsesi pengarangnya untuk berbicara, bahwa hubungan ibu dan anak adalah hakikat yang paling mendasar dalam hati nurani makhluk yang bernama manusia. Prof. Dr. Budi Darma Ada aroma kanak-kanak di cerpen-cerpennya, tapi jelas tidak kekanak-kanakan. Juga ada napas pengantar tidur, yang tidak membuat tidur. Tak seperti kita orang dewasa, anak-anak memiliki keliaran imajinasi yang nyaris tak berbatas. Seperti itulah cerpen-cerpen ini diperlakukan. Eka Kurniawan Resensi Buku:
![]() ![]() ![]() ![]() ![]() oleh: Lia Octavia Judul Buku : Malaikat Jatuh dan Cerita-Cerita Lainnya Penulis : Clara Ng Tebal : 167 halaman Genre : Sastra Indonesia Cetakan : Pertama, Agustus 2008 Penerbit : Gramedia Pustaka Utama Resensi oleh : Lia Octavia Cinta seorang ibu kepada anaknya begitu luas, begitu dalam, begitu tinggi, begitu besar, begitu sederhana dalam kerumitan, dan begitu rumit dalam kesederhanaan. Cinta yang menembus gelombang tempat, waktu, dan makhluk. Cinta yang melintasi kematian dan kelahiran. Karena dimana ada kelahiran, pasti ada kematian. Cinta ibu yang niscaya, melekat pada setiap kelahiran dan kematian. Cinta ibu yang terpeta pada garis hidup anak. Malaikat Jatuh bertutur tentang manusia bersayap yang hidup di pegunungan tinggi Teatimus; adalah legenda yang hidup dalam nafas kehidupan penduduk dusun di sekitar gunung tersebut. Mereka berwajah elok, bertubuh tegap, dan hidup selama beratus-ratus tahun. Abadi dan memesona. Para tetua mengatakan bahwa jantung manusia bersayap dapat memberikan kehidupan kekal bagi siapa pun yang memakannya. Adalah Beppu, seorang manusia bersayap yang cacat. Sayapnya hanya satu, di sebelah kiri. Berwarna putih keperakan; sayap terindah melebihi sayap malaikat. Beppu tidak mengenal kedua orang tuanya. Ia dibesarkan oleh elang betina yang rindu dengan kehadiran anak di sarang megahnya di bibir gunung. Dan adalah Louissa Manna. Seorang wanita berusia tujuh ratus lima puluh tahun yang kecantikannya abadi, muda memesona, yang sedang berlomba dengan maut yang hendak menjemput Mae, putri kecilnya berusia tujuh tahun yang sedang sakit dan sekarat. Manna yang telah mengalami beratus siklus kehidupan. Menyaksikan berpuluh suaminya meninggal, menghantarkan ratusan anak, cucu, dan ribuan sahabat-sahabatnya ke liang kubur, bertekad tidak akan menyerahkan Mae pada maut. Kali ini, bialah waktu sedikit bermurah hati dengan membiarkan Mae mendampinginya hidup abadi di dunia yang tak berujung. Memakan jantung seorang manusia bersayap menjadikan Manna tak pernah mati. Suatu malam, Manna menyaksikan Beppu dikeroyok oleh sekelompok bajingan tak bernama. Darah Beppu menetes-netes di atas trotoar jalan yang kelam akibat pengeroyokan itu. Setelah Beppu dan pengeroyoknya berlalu, Manna mengelap darah itu dengan kain dan memeras kain itu sehingga tetes-tetes darah memenuhi rongga botol kecil yang dibawanya. Manna pulang dan meminumkan darah itu pada Mae. Lelaki tua, ayah mertua Manna, melarang Manna memberikan darah itu pada Mae. Karena darah manusia bersayap memiliki efek yang berbeda dengan jantung manusia bersayap. Darah manusia bersayap menjadikan Mae yang kini abadi, haus darah dan daging makhluk bernyawa. Mula-mula kelinci, dan lama kelamaan manusia. Demi cinta Manna pada puterinya, ia tidak merelakan Mae dijemput maut. Biarlah Mae hidup abadi seperti dirinya walau harus mengubah Mae menjadi sosok yang lain. Bukan lagi Mae kecil berjiwa malaikat, melainkan Mae kecil berjiwa iblis. Hanya satu hal yang dapat membunuh Mae. Api. Dan demi cinta lelaki tua, ayah Mertua Manna, pada cucu kesayangannya, ia memilih melemparkan Mae ke dalam kobaran api. Dan cinta seorang ibu pula yang harus merelakan anaknya pergi setelah pertarungan dahsyat di dalam dirinya, Manna memeluk tubuh Mae yang memanas dan meleleh di tengah kobaran api yang membungkus mereka. *** Clara Ng lahir di Jakarta, tahun 1973. lulus dari Ohio State University di Amerika, dan sekarang menjadi penulis tetap. Selain menulis cerpen, ia juga menulis novel dewasa, skenario, esai, dan cerita kanak-kanak. Karyanya mendapat penghargaan Adikarya Ikapi tahun 2006 dan Adikarya Ikapi tahun 2007 untuk kategori cerita anak-anak. Clara Ng menuturkan sisi-sisi dalam dari cinta ibu kepada anaknya. Buku yang berisi kumpulan cerpen yang pernah dimuat di beberapa media nasional ini hampir seluruhnya bertutur tentang cinta. Cinta yang muncul dari kedalaman cinta itu sendiri. Cinta yang sederhana dalam kerumitannya dan rumit dalam kesederhanaannya. Dalam Negeri Debu, Clara berkisah tentang seorang anak bernama Lucinda yang sering berkunjung ke Negeri Debu dan dibuai oleh Bunda Debu karena kurang mendapat perhatian ibu yang jarang ada untuknya. Dalam Makam, Clara berkisah tentang seorang perempuan pengurus rumah penampungan hewan terbuang yang dibesarkan oleh seekor kucing. Dalam Di Uluwatu, Clara menceritakan tentang seorang laki-laki yang menemukan kembali jiwanya yang hidup dalam dua dunia; riwayat masa lalu kakek buyutnya dan jalinan kehidupannya di masa sekarang. Dunia yang sering diceritakan oleh ibunya. Dalam Lelaba, Clara menunjukkan besarnya cinta ibu laba-laba yang memberikan hadiah pada puteri laba-labanya di ulang tahunnya yang kedua belas. Lalu Hutan Sehabis Hujan, tempat Sofia menyimpan kisahnya dengan peri hutan yang kemudian diceritakan pada anaknya di usia senjanya. Kemudian Akhir, yang kisahnya mirip dengan ide film The Others-nya Nicole Kidman. Di mana sekeluarga; ayah, ibu, anak, terbunuh oleh orang-orang yang tangannya berlumuran lumpur politik, namun tetap hidup dan tinggal di dalam keabadian di rumah mereka yang bertabur kenangan. Ada juga Barbie, yang bertutur tentang lumuran dosa di kota luka. Hingga Bengkel Las Bu Ijah, tempat Bu Ijah mengelas hati-hati yang luka, patah, tergores, berdarah, hancur, dan berkeping-keping. Dan Istri Yang Paling Sempurna, menutup kumpulan cerpen memikat ini dengan kisah seorang istri yang merayakan kematian kedua anak kembarnya yang tetap hidup di dalam bayang-bayang dan ingatan sebagai istri yang paling sempurna di mata suaminya. Inilah obsesi seorang Clara Ng untuk berbicara mengenai cinta dalam hubungan ibu dan anak. Cinta yang tak mengenal bentuk dan kedalaman. Cinta yang tak pernah lekang oleh waktu. Sebagaimana cinta ibu yang tak akan pernah menua pada anaknya dan keliaran imajinasi anak-anak yang nyaris tak terbatas, seperti itulah cerpen-cerpen ini bergerak dan bernyawa. Jakarta, 22 Desember 2008 at 9.45 p.m. Untuk Ibu dengan segenap cinta… *** ![]()
Buku Sejenis Lainnya:
![]() Advertisement |